jporo ~ Tiga kata yang diajarkan sejak mengenal kata kebutuhan: primer, sekunder, dan tersier. Pangan, sandang, dan papan sebagai yang primer, kesehatan dan pendidikan sebagai yang sekunder, serta aktualisasi diri disematkan sebagai yang tersier.
Perdebatan pun muncul, bahwa kebutuhan sifatnya relatif, personal, tiap orang berbeda. Namun, semua sepakat, bagi manusia, kebutuhan tak pernah menemui batas. Saat terpenuhi satu level kebutuhan, akan beranak kebutuhan lain di belakangnya. Takkan berhenti sebelum mendapati surga.
Papan atau rumah bagi sebagian orang adalah kebutuhan mendasar, selaku tempat tinggal sekaligus aset, pengunci kekayaan. Namun bagi masyarakat kalangan atas, rumah adalah prestise, simbol status.
Setelah menjadi kaya, maka seseorang ingin agar orang lain pun tahu kalau dirinya kaya, salah satunya lewat rumah sebagai representasi. Kelas sosial yang satu ini biasanya tak peduli harga. Asal memenuhi kriteria yang mereka inginkan, berapa pun yang harus dibayarkan tak jadi perkara.
Pebisnis properti yang pintar jelas menyambut baik peluang ini. Margin tebal, konsumen lebih elegan, tidak rewel, dan lebih mudah dalam pembayaran.
Maka, berkembanglah perumahan-perumahan eksklusif dengan unit terbatas. Segalanya dipersiapkan dengan baik: desain, infrastruktur, fasilitas umum, serta manajemen keseharian semisal masalah sampah, keamanan, perawatan rumah, juga taman.
Pengembang juga memanjakan konsumen dengan fasilitas khusus tiap unit, seperti private lift, kolam renang pribadi, jacuzzi, customize design, dsb. Material bangunan pun menggunakan spesifikasi kelas mewah, semewah nama perumahannya. Sebagai kompensasi, harga jual tiap unit tinggi membubung. Jelas, hanya kalangan tertentu yang bisa menikmatinya.
“Orang kaya tak mau dicampur dengan orang miskin,” ujar Pak Ciputra dalam acara pembekalan di Campus Entrepreneur Program, menegaskan. Terdengar tidak mengenakkan, namun demikianlah faktanya.
High end residential project dikembangkan dengan mengusung berbagai tema berdasarkan lokasi, sebagai berikut:
1. Hunian Tapak Berkonsep Apartemen
Sebagian orang memilih tinggal di apartemen karena mewah dan praktis. Namun sebagian lainnya, bahkan dominan, masih suka dengan landed houses karena status kepemilikan SHM atau HGB dirasa lebih aman daripada strata title. Alasan lain, karena ingin punya halaman sendiri dan takut ancaman gempa. Kelebihan kedua jenis hunian ini lantas digabungkan menjadi rumah berkonsep apartemen, meski awalnya terdengar rancu. Segmen pasar yang dibidik adalah para profesional, para pekerja yang sibuk. Lahan per kaveling tak terlampau luas. Orientasi rumah menghadap ke belakang, pada sepersil taman. Ruang-ruang dalam tak begitu lebar namun fungsional, kompak.
2. Hunian Tengah Kota Berkonsep Resort
Kota besar identik dengan kehidupan yang hiruk-pikuk, polusi, dan kemacetan, membutuhkan satu kawasan hunian nyaman, namun tetap dekat dengan fasilitas khas kota besar seperti pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pusat-pusat hiburan. Pada perumahan biasa, fasum yang disediakan biasanya lebih kecil daripada luas kawasan terbangun. Di sini sebaliknya. Yang disebut fasum bukan hanya jalan lingkungan atau taman ala kadarnya, namun sesuatu yang lebih, seperti pusat rekreasi kuliner, resort swimming pool, fitness center, sauna, menara pandang, ruang terbuka, danau buatan, juga taman bermain dengan hijau pepohonan. Jalan lingkungan dibuat lapang, dengan pemisahan jalur kendaraan, pedestrian, dan arena bermain anak, sehingga relatif aman.
3. Vila di Wilayah Perbukitan
Sejauh mata memandang yang ada hanyalah hijau. Lahan relatif luas, bahkan hingga lebih dari 1000 m2 per kaveling. Ruang-ruang dibuat lega, dengan bukaan maksimal demi mengakomodasi potensi view yang ada di sekitarnya. Karena terletak di luar kota, rumah-rumah semacam ini sering menjadi tempat peristirahatan yang hanya dihuni saat akhir pekan dan musim liburan. Akan lebih baik jika eksekusi lahan mengikuti kontur, tidak asal cut and fill, dengan penambahan beberapa infrastruktur yang diperlukan, seperti jalan lingkungan dan taman (konsep fine grading). Dengan demikian, kelestarian alam tetap terjaga.
4. Hunian di Tepi Padang Golf
Masih dengan tema hijau, kali ini mengambil lokasi di perbukitan landai. Golf adalah olahraga yang identik dengan kaum menengah ke atas. Memiliki rumah dengan halaman padang golf pun menjadi salah satu pilihan kaum jet set. Lapangan golf menjadi halaman depan rumah atau halaman belakang rumah. Di sini disediakan berbagai fasilitas premium seperti club house, resto, serta kafe. Bayangkan, betapa segarnya berolahraga menyusuri jogging track di pagi hari sambil menikmati lanskap dengan aroma perbukitan yang khas.
5. Hunian Tepi Pantai
Hawa pantai dipercaya sangat baik untuk kesehatan, terutama bagi penderita gangguan pernafasan. Debur ombak bikin pikiran menjadi rileks. Maka, hunian eksklusif tepi pantai pun sangat diminati. Bukaan dimaksimalkan untuk menangkap pemandangan pantai nan eksotik, saat matahari terbit atau tenggelam ditelan laut.
Sebagian rumah dirancang dengan menarik mundur garis depan sekitar seratus meter dari garis pantai, namun ada hunian yang sengaja dibuat mengapung di atas laut.
Berbagai fasilitas yang berhubungan dengan laut pun disediakan, seperti permainan jetski, restoran apung, dan mendayung kano sambil memandangi burung camar beterbangan di langit.
Meski secara bisnis menguntungkan, perlu diingat, kita hidup di negara berkembang di mana masih terdapat kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.
Hunian eksklusif dengan one gate system yang rigid dan pongah sering memicu konflik sosial. Belum lagi masalah lingkungan akibat pembangunan yang sering memerkosa alam.
Membangun perumahan mewah diikuti dengan mengembangkan perumahan kelas menegah ke bawah barangkali bisa menjadi solusi bijak, dengan tetap menaati peraturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, terciptalah kehidupan yang harmoni dan berkelanjutan.